Kamis, 14 Agustus 2008

Adzan

Allah mewajibkan shalat kepada kaum muslimin agar mereka selalu mengingat keagungan DzatNya, supaya mereka melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi semua larangan-laranganNya. Hal ini senada dengan Firman Allah dalam surat al Ankabut: ”Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.”

Masalah akan selalu timbul di mana pun dan kapan pun pada diri seseorang. Berbagai macam masalah akan selalu mengikuti gerak kehidupan, apalagi kalau sudah menyangkut kehidupan masyarakat. Ada hak-hak yang harus diberikan, ada kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan, sehingga masalah tak mungkin terelakkan dari kehidupan manusia. Demikian juga dengan umat Islam. Sebagai komunitas baru di kalangan masyarakat Arab, berbagai tantangan selalu setia menghadang, mengingat kedatangan Islam saat itu telah menentang keyakinan yang telah dibangun oleh nenek moyang mereka.
Supaya kaum muslimin bisa selalu bermusyawarah untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi, merumuskan strategi untuk memenuhi kebutuhan, dan supaya tali kasih dan persatuan di antara mereka terjalin dengan kuat, Allah menjadikan keutamaan shalat ketika dilaksanakan dengan berjamaah, bahkan telah dijanjikan pahala dan keutamaan yang berlipat sampai dua puluh tujuh tingkatan.
Namun, kaum muslimin waktu itu belum menemukan bagaimana cara untuk mengumpulkan orang-orang ketika waktu shalat telah masuk. Padahal cara itu sangatlah diperlukan untuk mengingatkan orang-orang yang lalai supaya mereka semua dapat berkumpul bersama. Menyadari hal itu, Nabi Muhammad Saw. kemudian mengumpulkan para sahabat dan meminta pertimbangan dari mereka, apa cara yang paling tepat untuk dilakukan.
Setelah musyawarah dibuka, bermacam ide disampaikan oleh sahabat, diantaranya adalah dengan mengibarkan panji-panji. Namun sayang, setelah melalui adu argumentasi yang sengit, usul ini belum bisa diterima, karena panji-panji tidak akan bisa membangunkan orang tidur dan tidak bisa mengingatkan orang yang lupa. Ada lagi golongan sahabat yang mengusulkan agar dinyalakan api di tempat yang tinggi atau di sebuah bukit. Tak jauh dari yang pertama, rupanya usul ini pun belum bisa diterima. Kemudian salah satu sahabat mengatakan bagaimana kalau terompet saja. Sebetulnya ini usul yang sangat bagus, namun sayang Rasulullah tidak mengizinkannya, karena meniup terompet sama dengan apa yang dilakukan orang-orang Yahudi, padahal Rasulullah tidak suka mengikuti pekerjaan mereka. Untuk yang keempat kalinya, salah satu sahabat mengusulkan dengan memukul lonceng, dan tentu saja Rasulullah tidak berkenan, karena membunyikan lonceng adalah kebiasaan orang-orang Nasrani.
Empat macam cara sudah diajukan, namun belum juga ada yang diterima. Sampai kemudian ada sebagian sahabat mengemukakan ide yang sangat bagus, yaitu dengan menyuarakan panggilan. Caranya, ketika waktu shalat telah tiba, maka salah seorang di antara mereka menyuarakan kalimat-kalimat itu. Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya pendapat ini pun diterima, dan ditunjuklah orang-orang yang akan diserahi tugas untuk melakukannya. Salah satunya adalah sahabat Abdullah bin Zaid al Anshari.
Suatu ketika, dikala sahabat Abdullah bin Zaid al Anshari dalam keadaan antara tidur dan sadar, tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang tidak dikenal. Dia berkata kepada Abdullah bin Zaid: ”Hai zaid, apakah engkau mau bila ku ajarkan beberapa kalimat yang bisa kamu ucapkan ketika menyuarakan panggilan untuk melakukan shalat?” Dia pun mengiyakannya, dan lelaki itu pun melanjutkan ucapannya seraya mengajarkan kepada Abdullah bin Zaid kalimat-kalimat berikut: ”Ucapkanlah: ’Allahu Akbar Allahu Akbar’ sebanyak dua kali, dan ucapkan kalimat syahadat masing-masing dua kali, kemudian katakanlah ’Hayya ala al Shalaah’ dua kali, ’Hayya ala al Falaah’ dua kali, kemudia bertakbirlah kepada Tuhanmu dua kali, lalu ucapkan ‘Laa Ilaaha Ilallah’.”
Setelah terbangun dari tidur, Abdullah bin Zaid pun menghadap kepada baginda Rasulullah SAW. dan menceritakan perihal mimpi yang baru saja ia alami. Setelah mendengarkan ceritanya, Rasulullah membenarkan mimpi itu dan langsung memerintahkannya untuk mengajarkan kalimat-kalimat itu kepada sahabat Bilal, karena suaranya lebih keras dibandingkan dengan suara sahabat Abdullah bin Zaid al Anshari. Semenjak itu, setiap waktu shalat tiba, sahabat Bilal selalu mengumandangkan kalimat-kalimat itu. Suatu ketika, sahabat Umar mendengar panggilan adzan yang dikumandangkan sahabat Bilal, dan ia mengatakan ”Ya Rasulallah, sungguh aku telah bermimpi seperti itu.”
Bilal adalah salah satu muadzin masjid Madinah selain sahabat Abdullah bin Ummi Maktum. Dalam adzan subuh, sahabat Bilal menambahinya dengan ”al Shalaatu Khairun min al Nauum”. Rasulullah pun menyetujuinya. Sedangkan pada bulan Ramadan, Rasulullah memerintahkan untuk melakukan adzan dua kali. Yang pertama adalah adzan sebagai pertanda waktu sahur, dan yang kedua untuk menandai masuknya waktu subuh. Adapun adzan Jumat dilakukan ketika imam telah duduk di atas mimbar, dan kebiasaan ini terus berlangsung dari masa Rasulullah sampai zaman Khalifah Abu Bakar dan Umar.
Perkembangan umat Islam semakin pesat, dan jumlah kaum muslimin pun dari waktu ke waktu semakin bertambah banyak. Dengan mempertimbangkan hal itu, semenjak pemerintahan sahabat Utsman bin Affan adzan Jumat dilakukan sebanyak dua kali. (Dikutip dari kitab Nurul Yaqin: Bab al Adzan hal. 75).

Tidak ada komentar: